What's Wrong With Me?!

31 Desember 2014
-21.58-

Suara rintikan air dari balik jendela mengingatkanku. Ya, kembali ‘menjelajahi’ waktu. Bukan arti menjelajahi pada umumnya, hanya saja sekedar berputar-putar di kepala. Diingatan. Memang benar, ya, apa kata psikolog di media sosial itu(entah sungguhan atau hanya orang yang mengaku), hujan mempunyai dampak besar untuk mengingat sebuah masa lalu. Kurang lebih seperti itulah katanya. Yaa, walaupun suara rintikan air dari balik jendela itu bukanlah hujan sungguhan(entahlah, aku juga tidak mengeceknya, apakah itu hujan sungguhan atau hanya bunyi air yang jatuh dari penampungan air.), tetapi tetap saja, otak kananku lebih mendominasi daripada otak kiriku. Ya seperti yang kalian tahu, ‘long term memory’, jadi dengan mudah aku bisa saja ‘menjelajahi’ waktu lalu jika aku mau. Atau malah bayang-bayang yang telah lalu seperti mengajakku bermain ‘kejar-kejaran’. Aneh gak sih? Hahaha
Menulis di malam hari memang bukan pilihan yang mudah. Bisa saja apa yang ingin kutulis jadi buyar lari semua karena mengantuk. Tapi aku suka malam hari. Suasanya tenang. Apalagi kalau tiba waktu aku telah memasuki kamar. Haah, serasa punya dunia sendiri. Yah, kamarku bisa dibilang tidak rapi. Novel yang belum habis kubaca berceceran, boneka disana-sini, ada kabel cash ponsel dan laptop, baju yang tergantung, belum lagi dengan kertas dan alat tulis yang menjadi bahan pelampiasan emosiku. Aku bisa saja mencorat-coret sesukaku jika mau.
Sekali lagi aku suka malam hari. Tetapi tidak untuk malam ini. Aku sejujurnya ‘sedikit’ membencinya. Aku benci keributan. Aku tidak nyaman jika ada banyak orang disekelilingku yang  sedang asyik bercengkrama apalagi dengan bunyi terompet dan petasan itu. Boleh saja kalian menyebutku egois, tak berperasaan, gak gaul, sok sibuk, dan sebagainya yang sejenis. Tapi apa kalian tahu bahwa manusia ada 2 sikap? Ekstrovert dan introvert, (mungkin begitu tulisannya). Ada yang terbuka dengan dunia luar, ada yang tertutup. Aku juga tidak tahu penjelasan pasti keduanya. Sangat susah mengingat-ingat istilah psikologi seperti itu.
Jadi ini semua tentang apa? Ketika aku memulai menulis tulisan ini, aku ingin menceritakan tentang seseorang. Tapi ketika sampai di pertengahan, aku berpikir untuk tidak melakukannya. Ya sudahlah, biarkan saja. Lebih baik aku memendamnya daripada mengumbarnya. Bukankah diam adalah cara terbaik jika kau mengungkapkan tapi tak ada yang mengerti?

Jika saja seseorang itu membaca tulisanku. Aku akan sangat bersyukur J

Not Every Feelings Walk In a Right Way

Buat kalian, para cewek. Ya, walaupun antara ada dan tiada yang baca post ini.

Lo pernah gak sih, ngerasa bener-bener berada dititik jenuh? Lo ngerasain capek yang bener-bener capek? Ngerasa semua usaha lo sia-sia? Apapun harapan lo tiba-tiba nguap gitu aja? Segalanya yang lo lakuin endingnya bakal serba salah? Dan disitu lo udah gak bisa apa-apa lagi kecuali berdoa dalem hati, semoga semua kembali seperti sedia kala. Just because one person. Yap! One person.
Kebayang kan, gimana keselnya sama tu orang. Gimana geregetannya sama tu orang. Kebayang? Nggak lah! Gue sendiri aja gak bisa bayanginnya. Paling endingnya bakalan nyalahin diri sendiri juga. Kan, serba salah lagi.

Ini semua berawal dari kisah kurang lebih 4 bulan yang lalu. Dimana gue ngerasa semua hal-hal di hidup gue perlahan mulai berubah. Gue coba nerima orang-orang baru di hidup gue, dan ngelepas orang-orang yang rasanya gak perlu dan gak penting lagi because 'all is fake'.
Saat itu, gue bener-bener bisa ngerasain yang namanya 'bahagia' lagi. Dan asal lo tau, disaat gue baru ngerasain yang namanya bahagia, saat itu juga gue sadar. Kita punya jalan yang beda. Kita beda. Kita cuma bisa sampai disitu, gak lebih dan gak kurang. Gue keliatan bahagia bukan berarti gue gak nyimpen rasa sakit loh ya. Lo nusuk gue secara perlahan. Hari ini lo bikin gue seneng, besoknya lo yang jadi moodbreaker, besoknya gue seneng karna lo lagi, besoknya lo yang jatuhin mood gue lagi. Hahaha, mau ngajak becanda ya lo?
Awalnya semua gue 'biasa'in aja, 'wajar'in aja, 'maklum'in aja, 'sabar-sabar'in aja. Tapi lama-lama gue hancur juga. Iya, gue bisa nyembunyiin semua dari diri lo, tapi gue gak bisa nyembunyiin semua dari diri gue sendiri kalo sebenernya gue udah bener-bener capek sama semua ini.
Lo inget waktu lo cerita tentang dia, dan gue cerita tentang dia? Sadar gak sih, ada yang aneh sama 'kita'? Lo sadar gak raut muka gue berubah? Atau cuma gue yang bayangin raut muka lo berubah apa memang iya?
Sampe disitu gue berusaha kuat-kuatin diri dan hati aja. Gue berusaha untuk selalu 'gak ada apa-apa dan gak kenapa-kenapa' di depan lo. Tapi balik lagi, sadar gak sih lo? Senyum gue makin lama makin maksa, ketawa gue makin tertahan, Atau semua cuma gue aja yang ngerasa tanpa lo bisa lihat? Open your 'eyes'...!
Dan akhirnya, gue bener-bener capek, bener-bener ada dititik jenuh atas semua ini. Makin lama rasa percaya gue ke elo makin hilang. Emang belum semua, tapi kalo terus-terusan gini, mungkin gue gak akan percaya ke lo lagi. Dan lo tau? Gue mau cerita singkat ke elo. Sejak lo yang bisa bikin gue ngerasa bahagia lagi, disaat itu cuma lo satu-satunya orang yang gue percaya. Tapi, alangkah hebatnya dirimu yang menyia-nyiakan kepercayaan orang.

Harusnya gue ngelakuin ini dari dulu. Gue harusnya bikin jurang pemisah diantara kita. Iya, sebenernya ada. Dan lo tau? Saat gue nyoba ngelewatin jurang itu? Gue jatuh. Lo bisa bayangin apa yang gue maksud kan?
Balik lagi, not every feelings, walk in a right way. But, who's us? That we're a someone who cover all with a fake smile? Or it's just a game? I don't know and I never want to know.

Hei Kau, Renungkanlah Ini!

Aku ingin bertanya. Suatu pertanyaan sederhana tapi aku tak yakin semua wanita dapat menjawabnya dengan akurat.
Pernahkan kau bersahabat dengan laki-laki? Bukan. Bukan ini pertanyaanku. Yang ingin kutanyakan, apakah kau pernah berpikir, jika perempuan dan lelaki bersahabat, tak akan pernah ada yang "baik-baik" saja? Pasti ada salah satu yang terluka. Aku percaya itu. Walaupun tak ada satupun dari mereka yang mau mengakuinya, tetapi aku yakin itu sudah termasuk hukum alam.

Hei, this is for you. Seorang yang menjadi moodbooster sekaligus moodbreaker-ku yang sedang berbaring menatap langit-langit kamar atau mungkin telah memandang hitam alam bawah sadar :
Aku ingat saat pertama kita bertemu. Kau diam dan akupun diam. Setelah lumayan lama, kita baru saling bicara. Dan entah mengapa, kita menjadi semakin akrab. Aku tahu pada saat itu kau begitu malas berbicara dengan teman-teman wanita lainnya. Tapi tidak untukku. Ah, mungkin hanya aku saja yang merasakannya. Aku juga ingat, ketika aku harus "mundur" karena ada orang yang menjadi "penggemarmu". Huh, rasanya ingin kubunuh saja kau waktu itu. Kenapa mereka bisa blak-blakan menunjukkan "sayangnya" kepadamu. Sedangkan aku? Hahaha, motto-ku tetap "silent is better when no one can understand your words." Alhasil? Aku tetap diam.
Pertemuan pertama kita jauh dari kata sempurna. Kita masih sama-sama terlalu muda. Terlalu labil. Terlalu tidak mengerti seperti apa kita seharusnya.
Tetapi pada akhirnya, Sang Empunya Hidup berkata lain. Tuhan semakin mendekatkanmu padaku. Yaah, walaupun tak sedikit gejolak yang aku alami. Sebentar senang, sebentar sedih. Sebentar mendekat, sebentar jauh. Entah apa yang kita pikirkan. Yang kau pikirkan, dan yang aku pikirkan. Kita punya jalan masing-masing. Kita tak harus bersama. Ya, aku mengerti itu. Keberadaanku semakin jauh, karena mereka. Aku juga mengerti akan hal ini. Tapi satu yang tak bisa kumengerti, apa yang kau pikirkan ketika aku diam dan kau mencoba untuk membuatku bicara? Kau begitu bersusah payah mengajakku bicara ketika aku sudah kesal kepadamu kemudian diam. Satu alasan yang tak ingin membuatku bicara pada saat itu. Aku suka dengan caramu memanggil namaku, dengan mengalihkan perhatianku, dengan kamu yang tersenyum seperti anak kecil dihadapanku. Aku ingat, kau pernah berkata "harusnya kamu bahagia liat aku banyak yang suka gini", dan kau-pun tersenyum getir. Sebuah senyuman miris. Mungkin kau sama mirisnya denganku yang saat itu tetap mencoba menahan sedih. Tak tersenyum sama sekali.
Oh God.. Bagaimana bisa aku bahagia jika melihat perempuan-perempuan genit itu di dekatnya?! Bagaimana bisa aku rela jika mereka terlalu norak untuk menunjukkan kecantikannya di khalayak orang banyak?!
Aku juga ingat ketika kau berlagak untuk melindungiku. Waktu itu kau berkata "kalau ada yang macem-macem sama kamu, ngomong aja ke saya", dan aku hanya membalasnya dengan tertawa.
Huft. Sebenarnya aku siapa? Kau siapa? KITA siapa? Menunjukkan kekhawatiran masing-masing, tetapi saling berusaha menutupi. Berusaha untuk tidak saling menyakiti, tetapi pada akhirnya selalu ada yang harus pergi tanpa permisi, kemudian ada yang mencari, memulai lagi dari awal seolah tak ada yang terjadi, tapi akhirnya terulang lagi.
Bukankah kita sudah saling dewasa? Bukankah jika dewasa berarti kita sudah bisa menahan ego dan gengsi? Kau tahu, berada didekatmu dan mendengar kau menyebut namaku, itu sudah cukup. Aku bahagia akan itu. Aku bersyukur Tuhan mengirimkan hamba sepertimu yang bisa menggoreskan tinta kehidupan dalam hidupku.
Sekarang aku ingin bertanya, seperti apa kehadiranku dalam hidupmu? Mungkin hanya kau dan Tuhan yang tahu.

Memori Itu Kembali

22:27 WITA. Seperti biasa, kini aku sedang "bersemedi" di kamar. Tenang, bukan semedi dalam arti yang sesungguhnya, tetapi hanyalah diam sambil berkosentrasi memikirkan kejadian di balik lagu. Kejadian yang dialami penulis lagu, atau mungkin kejadian yang aku alami dan kusangkutpaut-kan dengan lagu ini? Ahh, sudahlah aku tak peduli dengan kejadian apa yang menimpa sang penulis lagu ketika ia menulis lagu ini atau apa yang sedang dipikirkannya ketika ia mengarang, tapi aku lebih memikirkan memori lampau yang terbangun lagi setelah memutar lagu ini.

Playlist lagu yang berjudul "cldymrsyvrnd" akhirnya kubuka lagi setelah aku bertekad untuk move on dari semuanya. Bukan benar-benar ingin melupakan kenangannya, jika kenangannya bisa kuingat sampai aku tua nanti, aku ingin itu, tapi aku lebih ingin untuk membuang segala euforia rasa pada saat itu. Rasa... cinta sesaat?Oh bukan-bukan. Tidak. Bukan cinta sesaat. Tidak ada yang namanya cinta sesaat. Adanya ketertarikan sesaat. Kalau bukan sesaat, itu baru namanya cinta. Lantas rasaku ini apa?

Lagu-lagu ini terus berputar layaknya tayangan film-film pendek yang digabungkan menjadi satu. Samar-samar terbayang semua kejadian itu. Di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Mataram. Mungkin jika semua kisah roman itu kutulis dalam suatu cerpen akan menghasilkan judul "1 Cinta 4 Kota 9 Cerita", Hahahaha. Ya, begitulah. Sekarang memori lampau itu telah berhasil mendominasi otakku lagi. Jujur, aku benci jika mengingat semua. Ya, SEMUA. Sampai aku mengingat mengapa aku memilih untuk pergi.

Dear "you", ...


Apa kabar? Bagaimana liburanmu?
Huh, aku berani bertaruh pasti lebih seru daripada liburanku.
Seandainya kau tahu bahwa selama dua minggu ini aku telah bersusah payah untuk menghilangkan semua rasa itu. Haha, bodoh memang, membuang waktu untuk menaruh hati padamu, kemudian menghabiskan waktu untuk sedikit demi sedikit mengikis semua rasa ini. Suatu tindakan bodoh, kan?
Ya ya, mungkin jika kau membaca ini, kau akan mengerti bagaimana rasanya jadi aku. (jika kau dapat membayangkannya). Tapi bagaimana bisa, kemungkinan kau membacanya hanyalah tidak ada 1%.
Sudahlah, ketika kita bertemu nanti, kumohon jangan membangun tembok harapan lagi jika akhirnya kau juga yang akan merobohkannya.
Kuharap kau akan baik-baik saja. Maksudku, baik-baik saja dalam hal apapun.
MUNGKIN jika suatu saat kau ingat semua memori itu, aku harap kau akan mengerti mengapa aku yang "pergi mendahului".
Terimakasih atas cerita baru yang telah kau rangkai dalam hidupku.
Aku harap kau tidak merasakan yang sama denganku. Karena kau tahu? ini perih.


-Your Secret Admirer-

Sebuah Rindu dan Kilas Balik

Alunan intro lagu Taylor Swift berupa petikan gitar terdengar jelas di telingaku. I Almost Do. Ya, lagu itu yang sedang kudengar sekarang. Entah mengapa, jika aku mendengar lagu ini, aku langsung bisa mengingatmu. Mengingat kebersamaan kita di kala itu.

Apa kau tahu, betapa tersiksanya sebuah jiwa yang merasakan suatu rasa janggal? Yang tentunya aku sendiri tidak mengerti. Rasanya baru kemarin kita bercakap-cakap sambil berjalan beriringan tanpa ada yang sadar dengan keakraban kita. Rasanya baru tadi pagi ketika aku curi-curi pandang kearahmu, dan mata sendumu itu berbalas menatap tanpa ada sepatah katapun. Tapi memang baru tadi pagi.

And I just wanna tell you, it takes everything in me not to call you..

Tadi aku sempat keceplosan mengatakan panggilan yang kau berikan padaku. Dan tebak apa yang terjadi! Rasanya ada yang berbeda di hati ini. Rasa.... entahlah, aku tak bisa menjelaskannya. Seperti ngilu perih pada luka luar, mungkin. Tapi seperti ada rasa yang.. yaahh.. seperti rasa rindu, mungkin. Rindu mendengar suara itu memanggil dengan khasnya.

And I wish I could run to you, and I hope you know that everytime I don't, I almost do..

Aku sempat berpikir, bagaimana jika aku yang membuka percakapan duluan? Tapi aku tak yakin kalau aku bisa. Begitu banyak kalimat yang sudah terngiang di otakku dan ingin kusampaikan padamu. Tapi setelah diri ini berada tepat di dekatmu, membuka mulut saja tak mampu. Hanya mata dan hati yang dapat berbicara. Begitulah pikirku.

Mungkin ini terdengar / terbaca aneh. Aku sendiri menganggapnya aneh. Jika aku mengingat kilas balik saat-saat bersamamu, rasanya selama ini kita sudah dekat. Tapi mengapa aku baru merasa ada yang "aneh" saat ini? Saat "mereka" telah siap menghujani kita beribu pertanyaan ketika kita terlihat dekat.

Aku menganggap hati ini telah beku. Beku karena luka yang selalu menghampiri. Mungkin ini adalah peringatan agar aku berhati-hati saat melangkah ke "sebuah area" bernama cinta. Tadinya kupikir, rasa cinta itu akan beku dan menjadi kaku selamanya. Tapi setelah menatap mata itu dan berada di dekatmu, ada rasa nyaman dan hangat yang tak bisa dituangkan dalam sebuah tulisan.

Mungkin ini adalah tulisan roman cinta picisan yang terdengar / terbaca aneh. Tapi terserahlah. Ini yang aku rasakan. Bukan yang "kau" rasakan.

Dia, Kau, dan Aku

Di bawah langit kelabu ini semuanya bermula. Ketika seorang yang pandai berpura-pura tegar akhirnya benar-benar berusaha untuk berpura-pura tersenyum.
Hei! Aku sudah tahu ini dari awal. Tapi mengapa aku baru merutuki hatiku, perasaanku, sekarang?

Aku benci tatapan itu. Tatapan penuh harap ketika tak seorangpun menyadarinya. KECUALI AKU.
Aku benci mata itu. Mata yang berpura-pura tak menyadari kehadiranmu, padahal ia di sampingmu.
Aku benci sikap itu. Sikap yang mengacuhkan sekitarnya tetapi akan fokus ketika melihatnya.
Aku benci sikap itu. Sikap yang seolah-olah kau adalah ratu di panggung sandiwara dan ia hanyalah rakyat jelata yang selalu memerhatikanmu walau kau acuhkan hingga menjadi sedemikian rupa.

Aku benci diriku yang terlihat tegar dihadapanmu walaupun sebenarnya aku hancur. Aku benci diriku yang memerhatikanmu walau dalam jarak. Aku benci diriku yang mencintaimu, yang diam-diam menaruh hati padamu.

きょう は どうも ありがとう ございましたₒ

Langit kelabu menjadi saksi bisu. Hujan yang turun menyisakan titik embun yang membuat hati semu. Dinginnya angin itu menjadi deru hati yang telah membeku. Ditengah keramaian, akulah sang sosok diam. Lebih memilih berpura-pura tanpa memerhatikan perkara. Lebih memilih sakit hati daripada melukai. Lebih memilih mengalah demi terjaganya amarah. Akankah engkau mengerti? Segala yang telah aku lewati hanya untuk tetap mencintai? Diantara dunia yang sepi dan sendiri. Aku tetap berdiri tegak entah bertahan atau tidak. Tak tahu sampai kapan, tapi hanya memiliki harapan. Harapan untuk selalu bertahan disegala terjang terpaan kehidupan.

Senyummu, menyisakan pilu di hati yang kelabu pada langit biru. Selalu berawal bahagia, tetapi aku sadar akan kenyataan yang ada. Dirimu yang selalu menunggunya tanpa lelah dan tanpa kata. Seperti aku yang tetap diam dan selalu memendam. Terkadang kita saling memandang, dalam sorot mata satu sama lain bak indahnya fajar, tetapi tanpa ada satupun kata yang terlontar. Aku mengerti banyak tentangmu tetapi aku lebih memilih diam. Dan kehadiranku tak lebih dari ibarat kelabu di langit malam.

Karena kamu, aku mengerti arti maaf. Karena kamu, aku mengerti arti bersabar. Karena kamu, aku mengerti arti penantian. Karena kamu, aku mengerti arti mengalah. Dan karena kamu, aku mengerti arti cahaya dibalik mata dan bara dibalik hati.

Setiap hari, kita memiliki cerita sendiri yang kelak kan kita pelajari. Tak perlu meminta maaf dan memaafkan, karena sesungguhnya jalan Tuhan yang kita butuhkan. Kita tak perlu menghakimi diri sendiri, karena kitalah yang menjalani. Kita tak perlu menyesal dengan keputusan, karena hanya diri kita sendiri yang bisa membuat semua menjadi kesan. Bukan menjadi sebuah tetesan indah diatas pena pada setiap goresan.

Jika suatu saat nanti kau dapat menyadari seperti apa rasaku ini dan seperti apa perbuatanmu saat ini, tolong jangan pernah perlakukan orang lain seperti itu suatu saat nanti. Mungkin kau takkan pernah mengerti, mengapa aku tetap berdiri tegak menghadapi hari demi hari, demi hati yang seolah mati dan selalu aku yang terlukai. Dan mungkin kau tak pernah percaya, bagaimana hati ini selalu memiliki cara agar terhindar dari luka. Atau mungkin kau lebih tak percaya jika aku bercerita tentang 'sepasang mata' yang menatap 'mata lain' yang sedang memerhatikan orang yang ia 'cinta'. Tapi percayalah, jika aku memilih menyerah suatu saat nanti, bukannya aku lelah. Tetapi aku memang sudah terjebak dalam badai yang tak kunjung henti. Tapi selagi Tuhan mengizinkanku untuk tetap memertahankannya dalam diam, aku akan tetap mengharap datangnya matahari di tengah langit kelam. Mengharapkan bintang di tengah langit gelap malam.

Terimakasih untuk hari ini. Sebuah senyum yang mungkin berarti. Sebuah tindakan yang tak kau hiraukan kata mereka sama sekali. Dan kedekatan lewat pandangan yang bertemu dalam sepi. Terimakasih atas segalanya. Karena engkaulah alasan senyum dibalik langit senja tanpa sinarnya.

Dear Someone...

Dear someone..
Aku tahu, saat aku terpuruk dikala itu, kau datang membawa cerita baru dalam hidupku.. Kini aku bahagia lagi.. Maka daripada itu :
Terimakasih sudah menjadi temanku..
Terimakasih sudah membuatku tersenyum..
Terimakasih sudah banyak mengajariku..
Terimakasih sudah berbaik hati padaku..
Terimakasih sudah membuatku bahagia
Terimakasih atas leluconnya sehingga aku tertawa lagi..
Terimakasih atas senyuman yang kau berikan..
Terimakasih atas semua bantuan yang kau beri..
Terimakasih atas pengalaman kehidupan yang telah kau ajari..
Terimakasih atas kesedihan yang kau hadiahi..
Terimakasih untuk Tuhan yang menakdirkan kita bertemu walau sekejap dalam hidup..
Terimakasih untuk orang tuamu yang melahirkanmu ke dunia..
Terimakasih untuk orang yang telah merawatmu dan menjagamu..
Terimakasih untuk orang yang telah membuatmu bahagia, sehingga aku dapat melihatmu terus bahagia.. :)

Dan aku tahu, saat kau hadir, menurutku kau orang yang sempurna yang berada didekatku walau tak selalu disampingku. Tetapi aku hanyalah orang asing yang tiba-tiba merasuk kedalam hari-harimu tanpa kau minta sekalipun dan tanpa kau sadari kapanpun. Oleh karena itu :
Maaf atas kesalahanku..
Maaf atas keegoisanku selama ini..
Maaf atas perkataanku yang membuatmu tersinggung..
Maaf telah membuatmu sebal bahkan marah..
Maaf telah membuatmu sendiri dalam diam..
Maaf telah membuatmu kecewa dengan sikapku..
Maaf karena aku tak sempurna..
Maaf karena aku tak seperti yang kau inginkan..
Maaf karena aku selalu mengganggumu..
Maaf karena aku tak bisa membuat senyum diwajahmu..
Maaf karena aku tak bisa menjadi teman yang baik..
Maaf untuk keputusanku yang memilih kau menjadi orang yang kucinta..
Maaf untuk segala perbuatanku yang selalu salah dimatamu..
Maaf untuk rasaku padamu..
Maaf untuk tak bisa membahagiakanmu..
Karena aku hanyalah sosok yang mencintai dalam diam..

Did I Forgot Something?

(1-2-2014)
Apasih special-nya tanggal ini? Rasanya aku pernah menandai tanggal ini dengan tanggal special, tapi aku tak ingat itu apa. Lantas, setelah aku ingat begini, mungkin saja aku menjadi orang yang paling 'pabo' -_-"
Ya, aku melupakan 'his bornday'. Padahal disekolah tadi, aku melihatnya tetapi tidak mengingat apa-apa. Benar-benar paboya yeoja! Sebenarnya, aku tak ingin mengucapkan apa-apa langsung kepadanya. Entah gengsi, atau takut, atau khawatir dengan responnya. Aku ingin menutupi rasa ini dari dia. Seolah-olah aku tak suka lagi dengannya, padahal aku selalu rindu. Seolah-olah aku tak memperhatikannya, tapi mata ini selalu saja mencarinya. Cinta itu membingungkan. Ia bisa membuat diri kita lupa akan segala, sampai melupakannya akan segala yang kita lakukan(?)
Tapi, misalpun aku tak mengatakannya secara langsung, aku masih bisa mendo'akan dia dalam diam.
"Ya Allah, hari ini, tepat dimana usianya bertambah. Semoga ia selalu ingat kepada-Mu Ya Allah. Semoga ia menjadi anak yang bisa membanggakan orang tuanya. Buatlah ia semakin dewasa. Buatlah ia semakin memahami hal-hal yang ada disekitarnya. Berikan selalu ia kesehatan yang tiada henti. Berikan ia suatu alasan untuk tetap tersenyum. Jika ia terluka, hentikanlah itu segera. Aku disini hanya bisa mendo'akannya. Tapi bukan kah do'a itu yang terbaik? Ku mohon kepadaMu Ya Allah, berikan yang terbaik untuknya. Engkaulah maha pengasih dan penyayang. Aamiin."

One Week

Entah apa yang merasuki relung fikiranku. Terbayang disaat itu. Mungkin terakhir kalinya. Rasa ini. Rasa yang bisa dibilang aneh(?) Jujur saja aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Aku benar-benar merindukan mata itu. Orang yang memiliki mata sendu itu.

-Sabtu11Januari2014-
Melihat ia berada dibawah langit cerah. Sedari tadi berkumpul bersama teman-teman satu eskul-nya. Aku melihat dari balik jendela. Jendela yang sudah sedikit usang. Melihatnya dengan terbatas. Jendela lantai 2 dan ia yg ada di bawah sana. Aku mengira ia bahagia. Ternyata aku salah. Raut mukanya yang perlahan-lahan dapat kutangkap dengan jelas. Seperti terbersit suatu fikiran buruk di otakku. Matanya lebih sendu daripada biasanya. Aku terus memerhatikannya dari kejauhan. Sampai aku yakin ia tak dapat melihatku dari sisi itu.
Hingga seorang temanku datang. Dan tiba-tiba ia memberi tahu bahwa 'dia' benar-benar sedang sakit. Tapi aku tahu, ia orang yang kuat. Ia masih bertahan beberapa jam lamanya untuk menahan sakitnya. Sebersit do'a langsung menyelimuti hatiku. Kali ini untuknya. Untuknya yang semoga lekas sembuh. Batinku.
--------*****--------

Hari demi hari kujalani dengan berbeda. Tak ada dia di satu sisipun. Setiap hariku seperti mononton. Hanya itu-itu saja yang bisa kulakukan. Melihat ruang kelasnya dari kejauhan, mencuri-curi pandang ke tempat biasanya ia menunggu jemputan, hingga menunggu di depan ruang kelasku dan menatap tangga dan koridor diseberang sana. Berharap ia menaiki tangga itu atau melewati koridor itu. Di kantin, koridor depan kelasnya, lobi sekolah, halaman, tak ada satupun tempat yang menandakan keberadaannya.
Hari demi hari selalu seperti itu. Mononton. Tetap. Diam. Membisu. Bertanya-tanya tanpa berani bertanya. Bodoh memang. Membiarkan hati tersiksa dengan pertanyaan yang semakin hari semakin bertambah dan bertambah. Kemana dia? Mata sendu itu kemana?
Semua pertanyaan itu semakin menjadi-jadi. Ketika tepat satu minggu ia tak masuk sekolah. Mungkin teman-teman sekelasnya telah mengetahui apa yang terjadi padanya. Tapi aku tidak. Aku terlalu takut untuk bertanya kepada mereka.
Apa ia sakit? Atau sedang pergi keluar daerah? Kalau sakit, apa selama itu? Terburu aku menggelengkan kepala untuk mengusir fikiran bodoh itu. Rindu yang tak terungkap itu memang menyakitkan. Lebih menyakitkan daripada rindu yang tak terbalas(maybe). Kau tau, jika merasakan apa yang kurasa? Khawatir, kecewa, takut, was-was, bingung, dan..... diam-diam berbicara kepada diri sendiri. Menanyakan kabarnya tetapi pada diri sendiri. Love is crazy. Satu minggu ini, adalah minggu yang berat. Begitu banyak jalan fikiran yang tak dapat kutebak. Setiap hari aku selalu menunggumu. Hanya bisa menunggu dan menunggu. Aku tak tahu apa yang terjadi. Tapi kau tenang saja, do'a yang tak pernah kau minta, selalu menyertaimu. "Tuhan, tolong jaga dia. Baik dalam keadaan sakit atau sehat. Baik dalam perasaan sedih atau bahagia. Jika ia sakit, berikan kekuatan untuknya dan sehatkanlah dia. Jika ia sehat, berikan dia kekuatan untuk menjalankan hari-harinya. Jika ia dalam kesedihan, tabahkanlah hatinya dan buatlah ia mensyukuri hidup. Jika ia dalam kebahagiaan, bukalah hatinya agar ia tak melupakan kebahagiaan orang-orang yang berada di sekitarnya. Aamiin."