Sebuah Rindu dan Kilas Balik

Alunan intro lagu Taylor Swift berupa petikan gitar terdengar jelas di telingaku. I Almost Do. Ya, lagu itu yang sedang kudengar sekarang. Entah mengapa, jika aku mendengar lagu ini, aku langsung bisa mengingatmu. Mengingat kebersamaan kita di kala itu.

Apa kau tahu, betapa tersiksanya sebuah jiwa yang merasakan suatu rasa janggal? Yang tentunya aku sendiri tidak mengerti. Rasanya baru kemarin kita bercakap-cakap sambil berjalan beriringan tanpa ada yang sadar dengan keakraban kita. Rasanya baru tadi pagi ketika aku curi-curi pandang kearahmu, dan mata sendumu itu berbalas menatap tanpa ada sepatah katapun. Tapi memang baru tadi pagi.

And I just wanna tell you, it takes everything in me not to call you..

Tadi aku sempat keceplosan mengatakan panggilan yang kau berikan padaku. Dan tebak apa yang terjadi! Rasanya ada yang berbeda di hati ini. Rasa.... entahlah, aku tak bisa menjelaskannya. Seperti ngilu perih pada luka luar, mungkin. Tapi seperti ada rasa yang.. yaahh.. seperti rasa rindu, mungkin. Rindu mendengar suara itu memanggil dengan khasnya.

And I wish I could run to you, and I hope you know that everytime I don't, I almost do..

Aku sempat berpikir, bagaimana jika aku yang membuka percakapan duluan? Tapi aku tak yakin kalau aku bisa. Begitu banyak kalimat yang sudah terngiang di otakku dan ingin kusampaikan padamu. Tapi setelah diri ini berada tepat di dekatmu, membuka mulut saja tak mampu. Hanya mata dan hati yang dapat berbicara. Begitulah pikirku.

Mungkin ini terdengar / terbaca aneh. Aku sendiri menganggapnya aneh. Jika aku mengingat kilas balik saat-saat bersamamu, rasanya selama ini kita sudah dekat. Tapi mengapa aku baru merasa ada yang "aneh" saat ini? Saat "mereka" telah siap menghujani kita beribu pertanyaan ketika kita terlihat dekat.

Aku menganggap hati ini telah beku. Beku karena luka yang selalu menghampiri. Mungkin ini adalah peringatan agar aku berhati-hati saat melangkah ke "sebuah area" bernama cinta. Tadinya kupikir, rasa cinta itu akan beku dan menjadi kaku selamanya. Tapi setelah menatap mata itu dan berada di dekatmu, ada rasa nyaman dan hangat yang tak bisa dituangkan dalam sebuah tulisan.

Mungkin ini adalah tulisan roman cinta picisan yang terdengar / terbaca aneh. Tapi terserahlah. Ini yang aku rasakan. Bukan yang "kau" rasakan.

Dia, Kau, dan Aku

Di bawah langit kelabu ini semuanya bermula. Ketika seorang yang pandai berpura-pura tegar akhirnya benar-benar berusaha untuk berpura-pura tersenyum.
Hei! Aku sudah tahu ini dari awal. Tapi mengapa aku baru merutuki hatiku, perasaanku, sekarang?

Aku benci tatapan itu. Tatapan penuh harap ketika tak seorangpun menyadarinya. KECUALI AKU.
Aku benci mata itu. Mata yang berpura-pura tak menyadari kehadiranmu, padahal ia di sampingmu.
Aku benci sikap itu. Sikap yang mengacuhkan sekitarnya tetapi akan fokus ketika melihatnya.
Aku benci sikap itu. Sikap yang seolah-olah kau adalah ratu di panggung sandiwara dan ia hanyalah rakyat jelata yang selalu memerhatikanmu walau kau acuhkan hingga menjadi sedemikian rupa.

Aku benci diriku yang terlihat tegar dihadapanmu walaupun sebenarnya aku hancur. Aku benci diriku yang memerhatikanmu walau dalam jarak. Aku benci diriku yang mencintaimu, yang diam-diam menaruh hati padamu.